TEBING INDAH JOGJA

TEBING
BREKSI DOELO DAN SEKARANG



TEBING BREKSI
Groyokan, Blengkong, Sambirejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Bukit Breksi merupakan salah satu tempat wisata baru di Jogja yang berhasil menarik perhatian banyak orang. Mulanya, bukit ini hanyalah sebuah tambang batu biasa yang menyerupai bukit kecil setinggi kurang lebih 20 m. Namun akhir-akhir ini, para wisatawan yang hendak berkunjung ke Candi Ijo menyempatkan diri mampir ke tempat ini untuk sekedar berfoto. Selain tampak eksotis, Tebing Breksi juga menawarkan pemandangan lanskap yang luar biasa. Dari atas tebing, wisatawan dapat melihat Candi Prambanan, Candi Sojiwan dan Candi Barong yang dilatari oleh gagahnya Merapi. Tak hanya itu, tebing yang mirip dengan brown canyon yang ada di Semarang ini pun menawarkan panorama senja yang menggoda.

  • DOLOE

Image result for tebing breksi jogja
  • SEKARANG

Image result for tebing breksi jogja

EXPLORE KRATON JOGJA

KRATON 
SEBAGAI KANTOR PEMERINTAHAN


KRATON YOGYAKARTA DULU DAN SEKARANG

    merupakan obyek wisata yang paling populer dan sering dikunjungi oleh para wisatawan,baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan luar negeri. Faktor sejarah membuat orang banyak yang datang ke kerotan yogyakarta ini. Sebab, keraton ini merupakan keraton yang masih ada hingga saat ini dan termasuk sebuah keraton di Indonesia yang paling besar dan terkenal.
     Keraton Yogyakarta ini berawan dari sejak abad ke 15 yaitu Kasultanan Yogyakarta dimulai tahun 1558 Masehi dimana Ki Ageng Pemanahan dihadiahi oleh Sultan Pajang sebuah wilayah di Mataram karena jasa-jasanya membantu Pajang mengalahkan Aryo PenangsangKi Ageng Pemanahan merupakan putra dari Ki Ageng Ngenis dan cucu dari Ki Ageng Selo, seorang tokoh ulama besar dari Selo, Kabupaten Grobogan.
    Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1577 membangun istana di Pasargede atau Kotagede. Selama menempati wilayah pemberian Sultan Pajang, Ki Ageng Pemanahan tetap setia pada Sultan Pajang hingga akhirnya wafat pada tahun 1584 dan dimakamkan di sebelah Masjid Kotagede.
    Selanjutnya kepemimpinan di Kotagede diteruskan oleh putranya yaitu Sutawijaya yang juga disebut Ngabehi Loring Pasar yang memang waktui itu rumahnya berada di sebelah utara pasar. Kepemimpinan Sutawijaya berbeda dengan ayahnya yaitu menolak tunduk pada Sultan Pajang.
   Melihat ketidakpatuhan Sutawijaya tersebut, kerajaan Pajang merencanakan merebut kembali kekuasaanya di Mataram . Selanjutnya pada tahun 1587 kerajaan Pajang menyerang Mataram dan terjadilah pertempuran yang hebat. Dalam pertempuran ini justru pasukan Pajang mengalami kekalahan karena diterjang badai letusan Gunung Merapi sedangkan Sutawijaya dan pasukannya bisa menyingkir dan akhirnya selamat.
Selanjutnya pada tahun 1588 Mataram menjadi kerajaan dan Sutawijjaya diangkat menjadi sultan yang bergelar Panembahan Senopati atau Senopati Ingalaga Sayidin Penatagama. Arti dari nama tersebut merupakan ulama yang menjadi pengatur dari kehidupan beragama yang berada dalam kerajaan Mataram dan berarti sebagai panglima perang.
Untuk memperkuat legitimasi dalam kekuasaanya, Panembahan Senopati tetap menggunakan dan mewarisi tradisi yang dilakukan kerajaan Pajang dalam mengatur kekuasaanya atas seluruh wilayahnya di Pulau Jawa.
Waktu terus berjalan dan akhirnya pada tahun 1601 Panembahan Senopati wafat dan selanjutnya kepemimpinannya diteruskan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Senopati Seda Ing Krapyak. Setelah Mas Jolang wafat kemudian diteruskan oleh Pangeran Arya Martapura. Karena beliau sering sakit maka digantikan oleh kakaknya yaitu Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati Ingalaga Abdurrahman yang dikenal dengan sebutan Prabu Pandita Hanyakrakusuma atau Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Kerajaan Mataram pada masa kepemimpinan Sultan Agung mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga kehidupan rakyat pada waktu itu hidup makmur dan tenteram. Selanjutnya pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan diteruskan oleh puteranya yang bernama Amangkurat I.
Sewaktu dipimpin puteranya tersebut kerajaan Mataram banyak mengalami kemerosotan yang luar biasa karena terjadi perpecahan diantara keluarga kerajaan Mataram sendiri yang akhirnya perpecahan tersebut dimanfaatkan oleh VOC untuk campur tangan.
Perpecahan tersebut selanjutnya diakhiri pada tanggal 13 Februari 1755 dengan diadakannya perjanjian Giyanti yang berisi kerajaan Mataram dibagi 2 yaitu menjadi Kesunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Perjanjian Giyanti memutuskan Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Abdul Rakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Semenjak itu Pangeran Mangkubumi resmi diangkat menjadi Sultan pertama di Yogyakarta yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Berikut ini parra Sultan yang pernah menjadi raja di keraton Yogyakarta :
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono I ( 1755-1792 )
  2. Sri Sultan Hamengku Buwono II ( 1792-1810 )
  3. Sri Sultan Hamengku Buwono III ( 1810-1813 )
  4. Sri Sultan Hamengku Buwono IV ( 1814-1822 )
  5. Sri Sultan Hamengku Buwono V ( 1822-1855 )
  6. Sri Sultan Hamengku Buwono VI ( 1855-1877 )
  7. Sri Sultan Hamengku Buwono VII ( 1877-1921 )
  8. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII ( 1921-1939 )
  9. Sri Sultan Hamengku Buwono IX ( 1939-1988 )
  10. Sri Sultan Hamengku Buwono X ( 1988- sekarang )
Lingkungan Keraton Yogyakarta disusun secara konsetrik yang merupakan tata ruang keraton yang tediri dari :
  1. Lapis terluar : Dalam lapisan ini terdapat alun-alun Selatan dengan segala perlengkapannya yang terdiri dari Alun-alun utara dengan Masjid Agung, Pekapalan, Pegelaran dan Pasar. Sedangkan Alun-alun Selatan terdiri dari Kandang Gajah Kepatihan yang merupakan sarana birokrasi dan benteng sebagai sarana pertahanan militer.
  1. Lapis kedua yang terdiri dari : Siti Hinggil yang merupakan halaman yang disebut juga pelataran yang ditinggikan yang berada di sebelah utara dan selatan. Siti Hinggil Utara terdapat tempat yang bernama bangsal Witana dan bangsal Maguntur Tangkil. Tempat ini digunakan untuk upacara kenegaraan. Siti Hinggil Selatan sering dipergunakan untuk kepentingan Sultan yang bersifat pribadi misalnya menyaksikan latyihan para prajurit hingga adu macan dengan manusia (rampogan) atau banteng. Bagian terakhir dari lapisan ini adalah Supit Urang / Pemengkang yang merupakan jalan yang mengitari Siti Hinggil.
  1. Lapis ketiga Keraton Yogyakarta terdiri dari Pelataran Kemadhungan Utara dan Selatan. Pelataran Kemadhungan digunakan untuk ruang transit menuju ruang utama. Pada pelataran Kemadhungan Utara terdapat bangsal yang bernama Pancaniti dan pada pelataran Kemadhungan Selatan terdapat bangsal Kemadhungan.
  1. Lapis ke empat berdiri Pelataran Sri Manganti dan bangsal Sri Manganti yang dipergunakan untuk ruang tunggu sebelum menghadap raja. Di bangsal ini terdapat bangsal Trajumas yang terletak di sisi utara Pelataran Kemagangan sedangkan bangsal kemagangan berada dio sebalah selatan. Bangsal ini diperunakan sebagai tempat transit terakiti sebelum ke pusat Istanan.
  1. Lapis terakhir adalah pusat konsentrik yag terdapat pelataran Kedhaton. Tata ruang dari yang tersusun oleh bangunan yang terdiri dari tratag, pendhopo, pringgitan.
Setiap pelataran tesebut dihubungkan oleh benteng yang kuat dan dihubungkan oleh gerbang.. Gerbang tersebut jumlahnya ada sembilan, sembilan pelataran terdapat 9 pintu gerbang.
  1. Gerbang Pangurakan
  2. Gerbang Brajanala
  3. Gerbang Srimanganti
  4. Gerbang Danapratapa
  5. Gerbang Kemangangan
  6. Gerbang Gadung Mlathi
  7. Gerbang Kemandhungan
  8. Gerbang Gading
  9. Gerbang Tarub Agung
Dilihat dari jumlah pelataran dan gerbang yang berjumlah sembilan yang menyimbolkan kesempurnaan sebagai alegori dari sembilan lubang yang terdapat pada manusia. Keraton dibangun berdasar sumbu imajiner utara-selatan berperan sebagai sumbu primer dan sumbu barat-timur berperan sebagai sumbu sekunder.
Dalam aktivitas kehidupan di Keraton, Sultan merupakan figur nomor satu, sebagai wakil Tuhan dari bumi, berkuasa dalam militer dan keagamaan. ( Senopati Ingalaga Nagabdul Rahman Sayidina Panatagama Kalifatullah ). Oleh karena itu sosok Sultan dianggap sakral, begitu juga dalam kegiatan yang dilakukannya. Demikian juga dengan setiap ruang keraton dan tata ruangnya memiliki kesakralan tersendiri.
Kesakralan yang terdapat pada ruang dalam keraton mempunyai kesakralan tersendiri yang mengartikan frekwensi kegiatan Sultan pada tempat tersebut. Di Alun-alun, Siti Hinggil dan Pagelaran, Sultan berkunjung ketempat tersebut hanya 3 kali dalam setahun, yaitu pada acara saat Pisowanan Ageng Grebeg Mulud, Sawal dan Besar. Serta pada saat kesempatan khusus pada penobatan Sultan dan Putra Mahkota/Pangeran Adipati Anom.
Kegiatan Sultan lebih intensif di Kemandhungan dimana pada pelataran ini berada Bangsal Pancaniti yang berarti harfiah ( memeriksa lima ). Ditempat ini Sultan menyelesaikan berbagai persoalan perkara yang harus ditangani raja. Bangsal ini juga dipakai abdi dalem menunggu untuk menghadap Sultan.
Pelataran Srimanganti diperuntukkan untuk menerima tamu yang tidak terlalu formal. Di tempat ini Sultan HB II menulis dan membacakan buku kramat Serat Suryaraja di depan para punggawa kerajaan.
Pelataran Kedaton merupakan tempat yang mempunyai kesakralan paling tinggi. Di pusat tempat tersebut digunakan untuk menyimpan pusaka milik Keraton.
Prabayeksa dan Kencana dipakai sebagai tempat Sultan bertahta sepanjang tahun dan tempat menerima tamu-tamu penting.
Banyak benda-benda peninggalan dalam keraton yang banyak menyimpan cerita sejarah yang berguna untuk tujuan penelitian dan referensi yang berguna pengetahuan generasi penerus bangsa. Benda-benda tersebut seperti perpustakaan yang menyimpan naskah kuno, pusaka kerajaan dan museum foto yang menyimpan koleksi foto raja-raja di Yogyakarta, keluarga dan kerabatanya. Upacara tradisional pun secara rutin dilaksanakan untuk melestarikan kebudayaan leluhur seperti jamasan ( memandikan pusaka dan kereta kerajaan ) dan Grebeg Maulud.
Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang lebih dikenal dengan nama Keraton Yogyakarta merupakan museum hidup bagi kebudayaan Jawa yang berada di Yogyakarta dan menjadi pusat perkembangan kebudayaan Jawa.
Para wisatawan dapat menyaksikan dan belajar secara langsung bagaimana budaya jawa tersebut dijaga dan dilestarikan di Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta dibangun Pangeran Mangkubumi pada tahun 1755 , beberapa bulan setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti. Keraton Yogyakarta didirikan dan menjadi garis imajiner yang merupakan garis lurus yang menghubungkan Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis.
Untuk mengunjungi Keraton Yogyakarta terdapat dua loket pintu masuk yaitu yang pertama di Tepas Keprajuritan ( Depan Alun-alun Utara ) dan pintu kedua terdapat di Tepas Pariwisata ( Regol Keben ). Jika anda memasuki Keraton dari pintu pertama maka para wisatawan sebatas dapat memasuki Bangsal Pagelaran dan Siti Hinggil dan melihat beberapa koleksi kereta dari Keraton Yogyakarta. Sedangkan bila wisatawan masuk dari Tepas Pariwisata maka dapat menelusuri dan memasuki kompleks Sri Manganti dan Kedathon yang terdapat Bangsal Kencono yang merupakan Balairung Utama di Keraton Yogyakarta. Jarak antara loket yang pertama dan yang kedua dapat ditempuh dengan jalan kaki atau naik becak karena melewati Jalan Rotowijayan
Setelah anda berhasil memasuki Keraton , anda akan melihat aktivitas beberapa abdi dalem yang bertugas di dalam keraton. Anda juga dapat mengamati dan melihat koleksi barang-barang Keraton yang terpajang atau memang berada di tempat tersebut. Ada beberapa koleksi barang-barang peninggalan dari Keraton yang disimpan dalam kotak kaca di berbagai ruangan dalam Keraton seperti : keramik dann pecah belah, miniatur atau replika, foto, senjata dan beberapa jenis batik dan diorama dari proses pembuatannya.
Pada hari hari tertentu dan sudah terjadwal, wisatawan dapat melihat pertunjukan seni yang diadakan di Keraton Yogyakarta. Pertunjukan seni tersebut seperti macapat, wayang kulit, wayang golek dan tari-tarian. Untuk melihat pertunjukan seni tersebut, anda tidak perlu mengeluarakan biaya tambahan.
Jika anda dapat berkunjung pada hari Selasa Wage maka anda dapat melihat lomba Jemparingan atau Panahan yang menggunakan gaya Mataram di Kemandhungan Kidul. Jemparingan ini dilaksanakan dalam ranga tinggalan dalem Sri Sultan HB X yang tetap dilestarikan secara rutin pada hari tersebut. Dalam perlombaan panahan ini terdapat hal yang unik bila diperhatikan yaitu setiap peserta wajib mengenakan busana tradisional dan saat memanah harus dalam posisi duduk bersila.
Selanjutnya anda dapat menyelusuri kompleks Keraton selanjutya dengan memasuki Museum Batik yang pernah diresmikan oleh Sri Sultan HB X pada tahun 2005. Dalam museum tersebut, anda akan banyak melihat beberapa koleksi batik dan peralatan yang digunakan dalam membatik semasa kepemimpinan Sultan HB VIII hingga Sultan HB X. Di dalam muuseum ini juga terdapat benda-benda yang merupakan hadiah dari sejumlah pengusaha batik di Yogyakarta maupun dari daerah lain.
Didekat museum tersebut terdapat sebuah sumur tua yang telah ditutup atasnya dengan menggunakan kasa aluminium dan terdapat tulisan “ pengunjung dilarang memasukkan uang “. Bila anda ingin membuktikan cobalah mendekat dan melihat kedalam sumur, ternyata sudah terdapat banyak kepingan uang logam dan kertas yang berhamburan di dasar sumur.
Setelah anda selesai menyusuri dan menikmati keindahan dalam keraton maka tibalah saatnya melangkahkan kaki keluar melewati pintuu regol. Dalam perjalanan menuju tempat parkir kendaraaan, anda akan dapat melihat papa nama yang menawarkan Kursus atau kelas untuk belajar kesenian jawa yaitu kelas : macapat, nembang, menari klasik, belajar mendalang serta menulis dan membaca huruf jawa. Kalau anda tertarik untuk belajar kesenian jawa maka anda dapat menindak lanjuti penawaran tersebut.
Lokasi
Keraton Yogyakarta berlokasi di pusat kota Yogyakarta. Halaman depan Keraton berupa Alun-alun Utara Yogyakarta dan halaman belakang Keraton berupa Alun-alun Selatan Yogyakarta.

EXPLORE KOTA JOGJA

AYO MAEN
JOGJA KAMPUNG HALAMAN


"Tugu Jogja Paling Bersejarah  di Yogyakarta"

Tugu Jogja merupakan ikon kota Yogyakarta yang sangat terkenal. Tugu ini sudah berusia sekitar 3 abad yang menyimpan banyak sekali makna dan sejarah kota Yogyakarta. Simbol dan lambang kota Yogyakarta ini dibangun olehHamengku Buwono I yang juga merupakan pendiri dari Keraton Yogyakarta. Tugu ini bisa merupakan garis imaginer yang bersifat magis yang menghubungkan antara laut selatan, keraton Jogja, dan gunung Merapi.
Kalau kita pandang dari Keraton Yogyakarta, ke arah utara akan terlihat Jl. Malioboro, Jl.Mangkubumi, Tugu Jogja dan Jl. Monumen Jogja Kembali akan membetuk garis lurus ke arah puncak gunung Merapi.
Bangunan ini menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti yang merupakan semangat persatuan untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan tergambar dari bentuk tiang bangunan tugu ini yang gilig atau silider sedangkan puncak dari bangunan ini yang bulat ( golong ) sehingga tugu ini dinamakan Tugu Golong Gilig. Tugu ini juga merupakan penunjuk arah ketika Sultan Yogyakarta melakukan meditasi menghadap ke puncak gunung Merapi.
Tugu Yogyakarta ini saat dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut keatas. Sedangkan bagian dasarnya berupa sebuah pagar yang melingkar dan bagian puncaknya berbentuk bulat. Tugu ini pada mulanya setinggi 25 meter.
Pada tanggal 10 Juni 1867 terjadi bencana gempa bumi besar yang menguncang kota Yogyakarta yang membuat Tugu Jogja ini runtuh yang diikuti dengan keadaan yang tidak menentu pada waktu itu karena gempa bumi yang hebat memporak-porandakan sebagian besar kota yogyakarta.
Pada tahun 1889 tugu Jogja direnovasi oleh Belanda dengan merubah bentuknya menjadi bentuk persegi dan pada tiap sisinya dihiasi oleh semacam prasasti yang menginformasikan siapa saja yang terlibat dalam renovasi tersebut. Pada bagian puncak tugu dirubah menjadi kerucut atau runcing yang tadinya bulat, sedangkan tinggi tugu tersebut menjadi hanya 15 meter atau 10 meter lebih rendah daripada bangunan semula. Mulai saat itu bangunan tersebut diberinama De Witt Paal atau Tugu Pal Putih
Perubahan bentuk tugu tersebut merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan rakyat dan raja dalam melawan penjajah, tetapi harapan Belanda tersebut tidak berhasil karena disana sini tetap terjadi perlawanan dari rakyat Indonesia.
TEMPAT ASIK JOGJA 
YANG WAJIB KITA KUNJUNGI





cycling around Yogyakarta

Explore Jogja

TEMPAT ASIK JOGJA 
YANG WAJIB KITA KUNJUNGI

EXPLORE INDAH NYA JOGJA DI MALAM HARI


Lokasi: Wisata Jogja Bukit Bintang ini Terletak di Jl. Yogyakarta-Wonosari, tepatnya didaerah Pathuk, Gunungkidul YogyakartaJam Kunjung: Saat malah hari yaitu antara jam 19.00 sampai pagi menjelangTiket masuk: Free (karena merupakan kawasan jalan raya)


Romantisme Indahnya Bukit Bintang JogjaMengapa dinamakan Bukit Bintang? Karena dari lokasi bukit ini kita bisa melihat keindahan malam kota jogja dengan lampu yang berkelip-kelip seperti bintang dilangit.Lampu yang berkelip-kelip tersebut berasal dari pancaran lampu rumah-rumah  warga kota yogyakarta. 
Lokasi Bukit bintang sendiri berada diatas perbukitan Pathuk, Gunungkidul. Karena keberadaannya diatas bukit dengan hawa yang dingin, semakin membuat suasana malam disini terasa indah dan romantis.
Bukit bintang merupakan lokasi favorit bagi para remaja dan keluarga untuk menikmat suasana malam jogja. Terdapat beberapa cafe dan warung-warung warga yang menjual berbagai macam makanan dan minuman, salah satu yang paling favorit adalah jagung bakar dengan minuman kopi hitam panas, menu ini sangat cocok dinikmati saat kita berada di bukit bintang yang bersuhu sejuk. 
Di Bukit Bintang juga terdapat beberapa Hotel dan Penginapan bagi kita dan keluarga yang ingin menghabiskan waktu lebih lama di tempat wisata bukit bintang ini. Bagi yang baru menikah dan ingin berbulan madu dengan suasana malam yang romantis, nah lokasi ini adalah merupakan lokasi yang sangat tepat untuk dikunjungi.
Selamat menikmati indahnya Suasana wisata malam Jogja.



explore whit gowes enaks

Gowes Ke Obyek Wisata Curug Banyunibo dan Curug Pulosari Desa Wisata Krebet


Obyek Wisata Curug Banyunibo dan Curug Pulosari berada di Dusun Krebokan Kulon, RT 02, RW 05, Desa Sendangsari, Kec. Pajangan, Kab. Bantul, DI Yogyakarta. Rute perjalanan bisa ditempuh menggunakan mobil, sepeda motor ataupun sepeda tentunya. Angkutan umum belum tersedia, Jangan juga menggunakan Bus... Ga bisa masuk ke lokasi.. 

Minggu 24 Maret Clubpon+ berduabelas berhasil sukses Gowes ke Curug Banyunibo. Oh, ya... berusaha kami cari lokasi tepat dari Curug Banyunibo di Wikimapia.org belum juga ketemu. Susah. Ga kliatan. Tapi alhamdulillah, titik titik awal menuju Curug Banyunibo sudah ada. Sebelumnya, Clubpon+ juga sudah ke Curug Pulosari. Berberapa, lupa :D

Rute ke Curug Banyunibo dan ke Curug Pulosari setidaknya bisa diambil 3 rute :

  • Dari perempatan Kantor Kelurahan Bangunjiwo, ke barat, menyusuri jalan aspal. Sambil Gowes, amati terus ya, sampai ketemu plang "Desa Wisata Krebet". 
  • Bila sudah ketemu, ikuti arah ke Krebet. (Ambil jalan ke kiri)
  • Susuri saja jalan naik turun sampai ketemu pertigaan jalan dengan pohon di tengah jalah. Ambil jalah arah ke kiri.
  • Sebentar lagi tanjakan habis kok, :)
  • Susuri terus sampai ketemu Patung Semar. Eh.. masih terus saja ya... 
  • Perhatikan di kiri jalan ada Kuburan. Nah diseberang kanan ada jalan conblok. Masuk jalan itu. Hati hati, ya... remnya di siapin...
  • Bila lurus terus mengikuti jalan conblok, goweser akan sampai ke Curug Pulosari.
  • Setelah perempatan pertama, lalu tanjakan kemudian ada pertigaan, ambil kiri. Susuri saja jalan tersebut, tapi akan lebih baik kalau bertanya ke warga arah ke Curug Banyunibo.
  • Dari Pertigaan Utara LP Pajangan, ke barat menyusuri tanjakan aspal lumayan panjang. Sampai ketemu Sekolah Dasar Beji di kiri jalan, eh perempatan jalan tepatnya. Di perempatan ambil jalan ke kanan, menyusuri jalan aspal. 
  • Susuri terus sampai ketemu kuburan di sebalah kanan jalan. Awas, kalau sudah sampai patung semar berarti kebablasen...
  • Di seberang jalan tepat sebelum kuburan ada jalan conblok. masuk jalan itu dan hati hati ya, remnya disiapin...
  • Bila lurus terus mengikuti jalan conblok, goweser akan sampai ke Curug Pulosari.
  • Setelah perempatan pertama, lalu tanjakan kemudian ada pertigaan, ambil kiri. Susuri saja jalan tersebut, tapi akan lebih baik kalau bertanya ke warga arah ke Curug Banyunibo.
  • Ini adalah rute minim tanjakan, tapi berbonus bau kandang ayam baik petelur maupun potong. Rute ini mengambil arah dari sebalah timur Kantor Kecamatan Pajangan tepatnya jalan Conblok disebelah timur Jembatan Kamijoro Sendang Sari Pajangan. Masuk ke utara, Susuri jalan tersebut, sambil tanya tanya ke warga, kemana arah ke Curug Banyunibo. Yang jelas ikuti saja, jangan ambil tanjakan ke kanan.. kecuali tanjakan ke lokasi Curug Banyunibo. 
Hasil gambar untuk pulosari bantul

explore budaya bantul

: Parangtritis, Kretek, Bantul, Yogyakarta

Labuhan Alit Parangkusumo – Menyaksikan Hikmatnya Upacara Adat Yang Syarat Akan Mistis, Bantul – Yogyakarta
Hasil gambar untuk labuhan alit parangkusumo
Ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta bermacam-macam. Laburan Alit Parangkusumo adalah salah satu acara yang diadakan setiap tahun pada tanggal 30 Rajab dalam sistem kalender pananggalan Jawa. Kebiasaan memberi penghormatan kepada para leluhur yang telah membangun Kerajaan Mataram dilakukan oleh Raja Keraton Yogyakarta agar masyarakat dijauhkan dari segala mara bahaya telah dilakukan selama berabad-abad. Dan kini, masyarakat pun masih melestarikan adat istiadat dan juga budaya yang telah mengakar kuat sehingga tiap tahun, pelaksanaan Labuhan Alit Parangkusumo selalu ramai dibanjiri warga lokal, turis domestik maupun turis mancanegara. Dan tempatnya tentu saja di Pantai Parangkusumo.
Sekilas mengenai Pantai Parangkusumo, pantai ini termasuk salah satu pantai di Yogyakarta yang dianggap keramat. Dalam tradisi budaya Jawa, pantai ini digambarkan sebagai gerbang pintu masuk utama yang dapat ditempuh untuk masuk ke Keraton Gaib Laut Selatan, atau sebuah Kerajaan yang dikuasai oleh Ratu Laut Kidul. Maka anda tidak perlu heran kenapa Labuhan Alit Parangkusumo ini diselenggarakan di Pantai Parangkusumo karena kala itu, Ratu Kidul telah berjanji bahwa ia akan selalu melindungi Panembahan Senopati (Raja Mataram Pertama) dan seluruh keturunannya, serta Kerajaan Mataram jika terjadi kesulitan.
Dan karena tempat yang digunakan untuk ritual Labuhan Alit Parangkusumo ini berada disekitar pantai, maka anda pun dapat menikmati indahnya pantai kemudian dapat dilanjutkan dengan menyaksikan ritual adat yang telah digelar secara turun temurun hingga kini.
Lalu sekarang, bagaimana untuk dapat sampai ke Pantai Parangkusumo untuk menyaksikan ritual ini? Pantai Parangkusumo berada di Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupatan Bantul atau berjarak sekitar 30 km dari kota Yogyakarta ke arah selatan. Anda dapat melalui Jalan Parangtritis dan setelah melewati pintu retribusi, anda dapat berbelok ke arah kanan untuk menuju ke Cepuri Parangkusumo. Anda tidak perlu takut akan infrastruktur ke Pantai Parangtritis karena akses menuju kesana tergolong mulus dan kondisi jalanannya pun baik.
Tetapi, bila anda tidak menggunakan kendaraan pribadi, anda dapat menumpang transportasi umum jurusan Yogyakarta – Parangtritis. Setelah sampai, anda dapat berjalan menyusuri pantai Parangtritis untuk dapat sampai ke Pantai Parangkusumo. Anda tidak perlu heran sebab dengan berjalan saja anda dapat mencapai pantai yang akan dijadikan tempat ritual Labuhan Alit Parangkusumo karena kedua pantai ini tidak dibatasi oleh apapun.
Lalu bagaimana untuk tiket masuk? Karena upacara adat ini dilakukan di Pantai Parangkusumo, sebenarnya anda hanya dikenai biaya masuk ke pantai sebesar Rp3.000 per orang. Dengan biaya parkir untuk motor Rp1.000 dan parkir mobil Rp2.000. Jika anda merasa terlalu letih berjalan kaki untuk mencapai Pantai Parangkusumo, anda juga dapat menyewa kereta kuda atau bendi dengan harga terjangkau yaitu Rp20.000 untuk sekali keliling. Anda harus datang pagi hari kesana agar tidak ketinggalan semua prosesi pelarungan sesajen ke Laut Selatan.
Nah, setelah anda tahu sekelumit cerita tentang Labuhan Alit Parangkusumo dan akses untuk menuju ke pantai, sekarang giliran menyaksikan ritual tahunan ini. Saat anda baru memasuki kawasan Pantai Parangkusumo, anda tidak perlu heran melihat banyaknya bunga setaman yang tergelar rapi dan juga aroma bunga yang tercium karena hal ini menjadi suatu hal yang biasa disana. Hidung anda mungkin juga akan mencium bau kemenyan dibakar sebab itu semua merupakan pelengkap dan bahan sesajen yang biasa digunakan untuk melakukan upacara Labuhan Alit Parangkusumo.
Upacara Labuhan Alit Parangkusumo ini dimulai dengan acara ‘pasrah penampi’ atau penyerahan sesaji yang dilakukan oleh seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta berupa pakaian Sultan, potongan kuku dan rambut milik Sultan selama satu tahun, pakaian, uba rampe atau perlengkapan lain kepada Bupati Bantul di halaman Kantor Kecamatan Kretek. Semua perlengkapan ini kemudian dibawa ke Cepuri Parangkusumo untuk didoakan sebelum di larung ke Laut Selatan.
Persembahan kepada Ratu Selatan ini kemudian diperiksa dan diberikan kepada juru kunci Pantai Parangkusumo untuk kemudian didoakan. Semua uba rampe ini dijadikan satu dan dibungkus dengan menggunakan rangkaian bambu berjumlah tiga. Dengan ditambahkan pemberat batu maka bungkusan ini pun nantinya akan tenggelam di Laut yang diusung oleh para cantrik.
Pembacaan doa dilakukan di depan batu karang yang konon dulunya digunakan sebagai tempat meditasi Panembahan Senopati sebagai Raja Mataram Pertama. Anda pun dapat melihat para abdi dalem yang begitu khusuk dalam menaburkan kembang setaman diatara dua batu karang yang dipagari oleh tembok putih setinggi 1 meter tersebut. Sedangkan abdi dalem lainnya mengubur potongan kuku dan rambut kuku Sultan disatu pojokan sebelah selatan.
Aroma kemenyan pun semakin tercium dan bagi anda yang tidak tahan dengan aroma seperti ini, ada baiknya menjauh sebentar untuk mendapatkan udara segar yang masih bisa anda dapatkan dari angin Laut Selatan. Hanya saja, anda pun harus berjubel dengan pengunjung lain karena upacara Labuhan Alit Parangkusumo menjadi salah satu magnet bagi para wisatawan tiap tahun.
Setelah semua persembahan didoakan oleh juru kunci Pantai Parangkusumo, kemudian rombongan abdi dalem yang mengenakan pakaian tradisional lurik berwarna biru, blankon di kepala serta jarit (kain) yang dipakai itu bergerak menuju ke pantai. Bagi anda yang suka fotografi, anda sudah dapat mulai melakukan aksi mencari gambar-gambar terbaik dari setiap momen ritual adat masyarakat Yogyakarta yang tinggal di pinggiran Pantai Parangkusumo ini. Akan ada banyak para remaja dan ibu-ibu membawa sesajen yang akan dilarung di Pantai Selatan.
Selanjutnya, didepan deburan ombak Pantai Laut Selatan, akan ada semacam komunikasi mistis antara seorang abdi dalem untuk meminta ijin agar Ratu Selatan mau menerima sesajen yang dibawa. Setelah beberapa saat kemudian para cantrik itu maju menyambut ombak Pantai Selatan sampai ke kedalaman sekitar 50 cm dari telapak kaki. Dan dengan usaha keras, para cantrik itu pun berusaha untuk mendorong sesajen ke tengah laut. Para pengunjung yang percaya akan datangnya berkah bila mendapatkan bagian dari sesajen itu pun tanpa dikomando langsung menuju lautan lepas untuk mengambil apa saja dan peristiwa ini dinamakan ngalap berkah.
Dan dengan berakhirnya ngalap berkah itu, maka berakhir juga prosesi upacara adat Labuhan Alit Parangkusumo. Anda pun dapat menyaksikan para pengunjung yang berhasil mendapatkan bagian dari sesajen pun akan tersenyum sumringah karena ia percaya rejeki tidak akan ‘seret’ tahun ini.

explore pantai di bantul




Angin semilir menerpa wajah kami ketika YogYES menyusuri Jalan Jalur Lintas Selatan, Bantul, Yogyakarta. Tidak ada kendaraan yang melintas, hanya pemandangan gumuk pasir luas dan tertutup barisan semak kecoklatan. Beberapa tiang besar terlihat mencolok di ujung horizon, berdiri tegak dengan baling-baling yang berputar di ujungnya. Ketika mendekat, jumlah kincir angin yang kami lihat pun semakin banyak, terdiri atas berbagai ukuran yang beranekaragam. Kincir-kincir besar terlihat menjulang puluhan meter, ditemani oleh kincir angin kecil yang menempel di tiang lampu jalanan. Inilah pemandangan unik yang menyambut kami ketika berkunjung ke Pantai Baru, sebuah tempat wisata ramah lingkungan di selatan Yogyakarta.
Pantai Baru memang tidak terlalu terkenal jika dibandingkan dengan Parangtritis atau Krakal, namun keunikannya layak untuk diperbincangkan. Wilayahnya berbatasan langsung dengan Pantai Pandansimo dan Pantai Kuwaru, hanya beberapa ratus meter dari Muara Sungai Progo. Pantai ini disebut pantai "baru" karena baru diresmikan sebagai objek wisata pada bulan Mei 2010, sangat "terlambat" dibandingkan pantai lain yang ada di sekitarnya. Salah satu keunikan pantai ini adalah adanya Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) di dekat pintu masuknya, terlihat puluhan kincir angin yang berdiri tegak di antara kebun dan semak-semak.
"Monggo mas, parkirnya 2000," ujar seorang bapak tua yang menyambut kami di pintu masuk, tepat di ujung jalan tanah yang menghubungkan Pantai Baru dengan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS).
Setelah beristirahat sejenak dari perjalanan, YogYES pun memutuskan untuk berkeliling mencari hal-hal menarik yang ada di pantai ini. Kawasan pantai terasa cukup sepi sore itu, dengan hanya beberapa orang yang sibuk berfoto ria di antara pohon cemara udang nan teduh. Semburat biru terlihat di antara batang-batang pohon kehijauan, menunjukkan keindahan laut selatan dengan ombaknya yang tak pernah tenang. Terkadang, terdengar suara motor ATV yang berjalan kencang di atas pasir pantai hitam, berpadu dengan suara ombak dari laut lepas.
Teduhan pohon cemara udang membuat matahari siang tidak terlalu terik. Udara di sekitar pantai justru terasa sejuk seperti berada di hutan, tanpa ada rasa gerah yang sering kita rasakan di pantai-pantai lain. Hal ini membuat Pantai Baru cocok dikunjungi untuk bersantai bersama keluarga, terbukti dari beberapa rombongan yang sedang asyik berpiknik di pesisir Pantai Baru. Sambil tiduran di tikar atau hammock, kita bisa menikmati suasana pantai nan sejuk. Ngobrol bersama kawan pun terasa asyik ditemani es kelapa muda yang banyak dijual di sekitar kawasan pantai. Jika bosan, kita juga bisa mengendarai motor ATV sambil menjajal trek berpasir yang naik-turun di sekitar hutan pantai.
Puas melihat-lihat daerah pantai yang sepi, kami pun kembali dibuat penasaran dengan kehadiran beberapa kincir angin yang ada di sepanjang jalan menuju Pantai Baru. Ada puluhan menara kincir angin yang berdiri tegak di antara kebun palawija. Ukurannya memang tidak sebesar kincir angin di Eropa yang bisa mencapai tinggi ratusan meter, namun kehadirannya sudah cukup menyita perhatian. Tiangnya terbuat dari besi yang disusun seperti menara seluler, dengan baling-baling besar di ujungnya. Baling-baling ini memiliki struktur khusus yang bisa bergerak bebas secara horizontal. Sebuah sirip di bagian belakang menjadi pengendali utama pergerakan struktur ini, sehingga baling-baling tersebut bisa bergerak tepat ke arah datang angin untuk memaksimalkan tenaga kinetik yang ditangkap.
Rupanya kincir tersebut merupakan hasil bantuan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) pada tahun 2010. Bantuan ini merupakan bagian dari program uji coba pembangkit listrik tenaga alternatif untuk mencukupi kebutuhan energi di kawasan wisata Pantai Baru. Selain menggunakan tenaga angin, rupanya pembangkit listrik ini juga menggunakan tenaga matahari dan biogas dari kotoran sapi milik warga. Secara keseluruhan, sistem pembangkit listrik yang disebut Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) ini mampu menghasilkan energi yang cukup untuk menghidupi berbagai kebutuhan masyarakat di sekitar pantai baru, mulai dari kebutuhan listrik kios-kios makanan laut hingga menjalankan mesin pembuat es bagi para nelayan yang baru bersandar.
Selain sebagai pembangkit listrik, kehadiran kincir angin ini juga menarik perhatian para wisatawan. Bentuknya yang unik sering dijadikan objek foto para pengunjung yang datang, baik sekedar memotret dari jauh hinggaselfie di depan menara. Sayangnya, posisi kincir angin yang ada di tengah kebun dan semak-semak sedikit menyulitkan kita untuk berfoto lebih dekat. Selain itu, beberapa kincir angin juga terlihat mulai rusak, mulai dari sekedar berkarat hingga kehilangan baling-baling. Tapi hal ini tetap tidak menghilangkan niat para wisatawan untuk mengabadikan pemandangan unik ala Eropa tersebut.
Setelah beberapa jam berkeliling dan menikmati suasana pesisir laut selatan yang sejuk, kami pun memutuskan untuk pulang. Cahaya mentari temaram mulai menghilang di ufuk barat, menyajikan pemandangan siluet kincir angin yang sayang untuk dilewatkan. Kami pun kembali menyusuri Jalan Jalur Lintas Selatan yang panjang dan sepi, namun kali ini kami ditemani cahaya lampu jalan yang dengan kincir-kincir kecil di atasnya. Sungguh pemandangan yang menawan!

pantai goa cemara

Jogja punya banyak sekali tempat wisata yang membuat kita tak perlu khawatir untuk kehabisan tempat piknik. Masih banyak yang mengira bahwa Jogja tidak punya destinasi wisata pantai. Padahal, wisata pantai di Jogja sangat banyak
Jika membicarakan tentang pantai di Jogja biasanya kita biasanya akan langsung teringat dengan pantai-pantai di Gunung Kidul
Meski tidak sebanyak Gunung Kidul, Kabupaten Bantul juga punya destinasi wisata pantai yang bisa kita kunjungi. Salah satu yang paling terkenal tentu saja adalah Parangtritis. Di sepanjang garis pantai Parangtritis ke arah barat, kita akan menemukan pantai-pantai lain yang mempunya karakteristik yang hampir sama. Salah satunya adalah Pantai Goa Cemara
Meski tidak terlalu terkenal, Pantai Goa Cemara tetap menarik untuk dikunjungi. Sekedar untuk bersantai bersama teman-teman dekat atau untuk mencari hiburan
Pantai Goa Cemara berjarak sekitar 20 km ke arah barat dari Pantai Parangtritis. Seperti kebanyakan pantai di Bantul, Goa Cemara memiliki pasir hitam keabuan. Di Goa Cemara kita bisa melakukan berbagai aktivitas seperti yang biasa kita lakukan di pantai pada umumnya. Yang menarik dari pantai ini adalah keberadaan pohon-pohon cemara di sekitar pantai yang jumlahnya sangat banyak. Tidak jarang, pohon-pohon cemara tersebut dijadikan tempat untuk berteduh para pengunjung sambil ngobrol-ngobrol bersama teman atau keluarga. Beberapa pengunjung bahkan menjadikan Pantai Goa Cemara ini sebagai latar belakang untuk fotografi
foto foto
Hasil gambar untuk pantai goa cemara
pantai goa cemara

air terjun asik bantul

Air Terjun Lepo

Erawan Falls di Thailand seolah memiliki kerabat jauh di pelosok Dlingo. Tiga air terjun bertingkat dengan empat kolam alami yang bisa digunakan untuk berenang atau bermain air adalah pesona Air Terjun Lepo atau Ledok Pokoh. Sensasi dingin segera terasa ketika air jernih yang berwarna hijau kebiruan itu menyentuh kulit. Tak hanya bermain air dan berenang, outbond atau camping pun bisa dilakukan di area wisata Ledok Pokoh. Lihat alamat dan peta lokasinya di Air Terjun Lepo.

EXPLORE MAEMAN JOGJA

Soto Kadipiro
Hasil gambar untuk soto kadipiro asliSoto Kadipiro terletak di jalan Wates. Walaupun berada didekat Kota, masih termasuk Bantul lho tepatnya di Desa Kadipiro Kecamatan Kasihan Bantul. Soto Kadiporo yang sekarang ada terdiri dari beberapa warung soto yang semuanya turun temurun. Pendiri pertamanya adalah Karto Wijoyo pada tahun 1921, dan beliau meninggal pada tahun 1972, kemudian dikelola oleh generasi kedua, yaitu bapak Widadi Dirjo Utomo. Warung ini berada di Utara Jalan (Warna Hijau).  Soto Kadipiro mempunyai rasa ringan, tapi rasa kuahnya gurih. Isi sotonya adalah suwiran ayam kampung, tauge dan kol, ditaburi daun bawang dan goreng.
Biasanya banyak yang menikmatinya untuk sarapan dan makan siang. Kalo anda berkunjung ke Jl Wates ada beberapa warung soto Kadipiro yakni Soto Kadipiro, Soto Kadipiro II, Kadipiro Baru dan Kadipiro Plus, mereka semua pewaris resep dari bapak Karto Wijoyo. (image : armandex.blogspot.com)
Ayam Goreng Mbah Cemplung
Ayam goreng mbah Cemplung terletak di sebelah barat Desa Wisata Kasongan tepatnya didusun Semanggi Kasongan Bantul
Menu andalannya ya tentu saja Ayam Goreng Ayam Jawa yang disajikan dengan sambel mentah yang maknyuss. Dari sisi tempat mungkin kurang representatif namun pengunjungnya apabila jam-jam istirahat membludak dan jarang banyak tamu yang tidak kebagian tempat (image : lokerz.com -Kristupha Saragih)
Gudeng Nggeneng
Gudeg ngGeneng terletak di Panggung Harjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul Mungkin yang belum pernah ke Bantul, agak sulit dicari karena rumahnya terletak di tengah perkampungan tepatnya sebelah barat  ISI Jogja. Warung makan ini dimiliki oleh mBah Martodiryo atau mBah Marto Gowok .
Gudeg basah dan mangut lele merupakan menu utama di warung ini. Mangut lele menjadi unik karena cara memasaknya dan rasanya yang khas. Lele di sini diasapi dulu sebelum dimasak dengan bumbu mangut. Lele ditusuk dengan pelepah daun kelapa (bongkok), ditumpuk dan kemudian diasapi dengan menggunakan sabut kelapa. Dan yang paling unik adalah penyajian langsung di dapur sehingga nganeni untuk selalu di kunjungi.  (image : kuliner-online.com)
Bakmi Mbah Mo Code
Mungkin warung bakmi ini adalah yang paling populer dikalangan pecinta kuliner malam di Jogja. Setiap hari yang datang selalu banyak dan antri kalo ingin mencicipi Bakmi Mbah Mo ini. Lokasinya terletak di dusun Code Trirenggo Bantul.
Menu spesial ya tentu saja Bakmi, mau yang godog, goreng atau nyemek (kering nggak basah juga nggak) dan maknyuss pastinya.

Sate Klathak Jejeran
Buat yang tidak punya penyakit darah tinggi Kuliner yang satu ini wajib di coba. Sate Klathak ini adalah sate khas nJejeran Bantul berupa sate kambing bumbu garam, sehingga rasanya agak asin, akan lebih pas jika cara mengkonsumsinya dengan nasi putih yang diberi kuah. Lokasinya agak sedikit jauh dari Kota Yogyakarta tepatnya di Jl. Imogiri Timur KM 8 nJejeran, Wonokromo, Pleret, Bantul. (image http://myshant.multiply.com)
Sambel Welut Pak Sabar
Mungkin bagi sebagian orang belut menjijikan namun ditangan Pak Sabar ini menjadi kuliner yang membuat air liur netes terus alias ngeces untuk mencicipinya.
Lokasi Sambel welut Pak Sabar berada di Jln Imogiri Barat km 6, Dokaran, Tamanan,
Banguntapan, Bantul. 
Tempatnya tidak jauh dari Kota Yogyakarta. Menu spesialnya adalah belut goreng beserta sambalnya, namun ada juga menu lainnya yakni kutuk goreng (ikan gabus) dan lele goreng. Pokoke maknyuus dah, apalagi sambelnya. (image : kuliner-online.com)
Pecel lele Sendang Semanggi
Pecel lele Mbah Warno ini mungkin kuliner yang paling jadul dengan tempat seadanya. Namun karena kejadulannya banyak yang sering mampir ke sisi. Tempatnya dekat dengan warung Ayam Goreng Mbah Cemplung tepatnya arah selatan sekitar 500 meter. Jadi Kalo anda ke Desa Wisata Gerabah Kasongan, anda bisa mampir ke warung ini atau ke Ayam Goreng mbah Cemplung. (image :pesonajogja.com)

Tongseng Ayam Sudimoro
Warung Sudimoro di Jalan Jenderal Sudirman No 2 Bantul, Yogyakarta, atau tepatnya di sebelah selatan Pasar Bantul. Menu spesial tentu saja tongseng ayam, hehe ga mungkin kan sate kambing. Nah buat yang hobi makan ayam namun dengan masakan laen, warung yang satu ini wajib di kunjungi.

Pecel Wader Wiyoro
Pecel Wader (ikan) ini terletak di Jalan Wonosari tepatnya Wiyoro Banguntapan Bantul. Lokasinya cukup mudah di jangkau dari arah Yogyakarta. Masakan wader goreng yang disajikan secara jadul ini sangat menggugah selera.
image http://myshant.multiply.com

Nah yang satu apa ya? …… Bisa diwakili oleh salah satu komentar dibawah
Mmmmm yummi yummi!!!, itulah sepuluh kuliner maknyuss di Bantul yang bisa anda kunjungi dan cicipi tentunya. Sebenarnya masih banyak tempat-tempat lain selain yang saya sebutkan diatas